HIPANI

Himpunan Perawat Anestesi Indonesia

Indonesian Anesthesia Nurses Association

Krisis Perawat Anestesi di Indonesia: Hanya 0,42% dari Total Tenaga Keperawatan, Pemerintah Diminta Turun Tangan

Diterbitkan di Media Informasi
21/10/2024
Muhammad Fithri Rahmani, S. Kep, Ns, CAN
177 kali
Foto: HIPANI

Jakarta, 21 Oktober 2024 - Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Himpunan Perawat Anestesi Indonesia (HIPANI) menunjukkan bahwa Indonesia menghadapi krisis perawat anestesi. Dari total 582,023 tenaga keperawatan di Indonesia, hanya 2.425 orang yang bekerja di pelayanan anestesi, atau hanya 0,42% dari total tenaga keperawatan.

Kompetensi perawat dalam bidang pelayanan anestesi menjadi semakin penting mengingat tugas mereka tidak hanya mencakup perioperatif, tetapi juga berbagai pelayanan lainnya Seperti Endoskopi, Pulmonologi Intervensonal, Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI), Radiologi Intervensional, Kardiologi Intervensional, Perawatan Luka Bakar, Fertilisasi In Vitro (IVF), Post Anesthesia Care Unit dan lainnya.

Selain itu, data Profil Tenaga Kesehatan Indonesia edisi Maret 2023 menunjukkan bahwa hanya 3,566 dokter anestesi di Indonesia, dengan rasio 0,2 dokter anestesi per 1000 penduduk, dan jumlah penduduk di Indonesia menurut data badan pusat statistik berjumlah 282.477.584 Jiwa. Terlihat bahwa Indonesia memiliki kekurangan dalam jumlah dokter spesialis anestesi. Jumlah ini mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan anestesi yang ada di seluruh wilayah Indonesia, terutama di daerah yang lebih terpencil. Hal ini terlihat dari data lainnya yang dikeluarkan oleh KEMENKES, sebanyak 723 RSUD di Indonesia tidak memiliki dokter anestesi. Hal ini berdampak pada pelayanan anestesi seringkali dilimpahkan wewenangnya kepada tenaga kesehatan lainnya, seperti perawat. Sementara jumlah rumah sakit di Indonesia setiap tahun terus bertambah, dan sampai hari ini sudah berjumlah 3155 Unit.

Apabila diasumsikan 1 rumah sakit memiliki 3 kamar operasi, dengan 3 shift jaga/kerja perawat (pagi, siang dan malam), artinya Indonesia harus memiliki 28395 perawat anestesi. Hal itupun tidak termasuk bila perawat tersebut mendapatkan tambahan pekerjaan di unit lainnya.

Kementerian Kesehatan diminta untuk menindaklanjuti masalah ini dan meningkatkan kompetensi perawat di pelayanan anestesi melalui program pelatihan dan magang, fellowship, serta program pendidikan ners spesialis anestesi berbasis hospital based.

Menurut data HIPANI dari Oktober 2023 sampai dengan sekarang sejak dinonaktikannya Kurikulum pelatihan perawat anestesi, ada 358 orang yang bertanya tentang Penyelenggaraan pelatihan perawat anestesi di Indonesia, selain itu juga beberapa Lembaga DIKLAT dan Rumah Sakit di Indonesia juga menanyakan hal yang sama terkait pelatihan perawat anestesi ini.

"Sampai hari ini ada 358 orang yang menanyakan penyelenggaraan pelatihan perawat anestesi di Indonesia, setiap harinya ditanyakan melalui media sosial Instagram, Whatsaap dan lainnya dan jumlah tersebut terus bertambah setiap harinya. Dikarenakan kurikulum sebelumnya sedang dinonaktifkan sementara oleh kementerian kesehatan, namun kami tetap mengusulkan kurikulum baru dengan konsep baru yang lebih Perawat Banget," kata Muhammad Fithri Rahmani selaku Sekretaris Pusat Himpunan Perawat Anestesi Indonesia (HIPANI).

Pelatihan Perawat Anestesi ini berkiblat kepada Pendidikan sertifikasi dari IFNA dan ICPAN yang mengusung perawat-perawat yang sudah lulus dari Pendidikan Keperawatan (Profesi dan Vokasi) kemudian dilakukan Pendidikan dan pelatihan lanjutan di bidang anestesi.

“jadi pelatihan perawat anestesi perioperatif ini memang upgrade kompetensi perawat di bidang anestesi, menyesuaikan dengan kebutuhan pelayanan”. Ujar Rusman Wahyusetiawan selaku KABID INFOKOM HIPANI

Menurut Sekretaris PP HIPANI, pelatihan perawat anestesi ini merupakan sarana untuk meningkatkan keterampilan dan memastikan mutu asuhan keperawatan di pelayanan anestesi. Selain itu, pelatihan ini juga memberikan bantuan kepada rumah sakit di daerah dan perbatasan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga keperawatan di pelayanan anestesi.

“beberapa kali kita di hubungi rumah sakit daerah dan swasta di Indonesia, khususnya rumah sakit yang memang sangat membutuhkan pelatihan ini. Saya merasa iba dengan penonaktifan pelatihan tersebut, hal ini menutup ruang peningkatan kompetensi perawat, harusnya negara mampu memfasilitasi ini, bukan menutup dan menghentikannya”. Ucap Muhammad Fithri Rahmani.

Ketika ditanyakan tentang kurikulum pelatihan yang baru, dirinya menjawab “kurikulum pelatihan sudah kita usulkan ke KEMENKES, sebelum diusulkan sudah melalui tahapan-tahapan seperti konsultasi dan meminta bimbingan teknis kepada Bidang DIKLAT DPP PPNI, selain itu juga kurikulum tersebut telah di presentasikan di depan Ikatan/ himpunan perawat dalam acara workshop kurikulum yang di adakan oleh DPP PPNI, kemudian mendapatkan persetujuan dari Kolegium Keperawatan, juga pernah kita sampaikan kepada Konsil Keperawatan. Namun saat ini belum ada titik terang persetujuan pengesahan kurikulum tersebut”. Ucap Muhammad Fithri Rahmani.

"Kita optimistis pelatihan tersebut akan dibuka, segala upaya dan sumber daya sedang kita kerahkan untuk mewujudkan hal tersebut, apalagi KMK No. HK.01.07/MENKES/1596/2024 tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit pada BAB Pelayanan Anestesi dan Bedah mengatakan bahwa PPA yang kompeten melakukan prosedur sedasi, seperti dokter spesialis anestesi atau perawat yang terlatih yang bertanggung jawab melakukan berkesinambungan terhadap parameter fisiologis pasien pemantauan dan membantu tindakan Resusitasi" kata Rusman Wahyusetiawan, Ketua Bidang INFOKOM Pengurus Pusat HIPANI.

Jelas sekali poin dari Standar Akreditasi Rumah Sakit tersebut menegaskan pentingnya keberadaan profesional yang kompeten dalam melakukan prosedur sedasi di rumah sakit. Profesional seperti dokter spesialis anestesi atau perawat yang terlatih memiliki tanggung jawab untuk memantau parameter fisiologis pasien secara berkesinambungan selama prosedur sedasi. Selain itu, mereka juga harus siap untuk memberikan tindakan resusitasi apabila diperlukan. Dari segi argumentasi hukum, hal ini berkaitan dengan aspek legal dan tanggung jawab hukum profesi tersebut dalam pemberian pelayanan kesehatan, khususnya di pelayanan anestesi.

Bagikan Konten